YAKINKAN AKU !
Oleh
: Margareta Widyastuti
“Apa
? Mana mungkin bisa latihannya beberapa hari. Coba deh bayangin kita tampil
dihadapan banyak oranng, apa gak terlalu mepet ? nggak gue gak bisa” teriak
Widya dengan kaget.
“Tapi
Wid terus siapa yang mau tampil kalau bukan kita ? jawab Lia sedikit meyakinkan
Akupun
merasa kaget dengan perkataan Lia. Lia meyuruhku membuat koreografi untuk
pertunjukan pelantikan ormawa. Hatiku begitu gundah setelah mendengarnya.
Seperti tidak ada yang mau peduli dengan keadaan mendesak dalam organisasiku.
Ya, aku mengikuti sebuah organisasi kampus bidang kesenian. Dimana organisasi
yang sedikit nge-trend di kalangan
anak muda saat ini. Namun seiring nge-trendnya
organisasi ini, mereka sedikit lupa dengan tugas mereka. Entah karena malas
atau kurang bersemangat. Yang pasti itu tergantung individu masing-masing saja.
Seni
Budaya Unwidha, nama yang cukup keren menurutku, itulah nama organisasinya.
Seni Budaya atau lebih dikenal dengan SB sering kali dicap organisasi yang
urakan, ugal-ugalan, omongannya kasar oleh organisasi lain. Namun menurutku
tidak, bagiku SB adalah tempat dimana aku bisa mendapat pengalaman yang tak
terduga, aku bisa menjadi lebih percaya diri, belajar menghargai waktu, dan
masih banyak lagi lainnya. Walaupun terlihat urakkan, omongannya kasar tetapi
bagiku itu juga tergantung individunya juga.
Sabtu
pagi ketika aku mengayuh sepeda menuju kampus, aku berniat untuk mengurus
administrasi kuliahku. Aku berjalan dengan sedikit malas dan perasaan bahagia.
Malas karena masih terlalu kecapekan setelah pulang dari KKL di Bali. Dan
perasaan bahagia karena sudah merasakan liburan hingga di Pulau Dewata.
Sesampainya di lokasi pembayaran aku mengantri di depan loket. Antreannya tidak
begitu ramai, namun banyak yang berseliweran mengurus juga admistrasi kuliah.
Setelah selesai pembayaran aku pun berniat untuk pulang karena ada janji dengan
ibuku.
Namun
saat aku menghampiri sepedaku tiba-tiba ada yang memanggilku dari kejauhan. Aku
menoleh. Lia rupanya dia yang memanggilku dari jauh dan tiba-tiba dia
menghampiri.
“Widyaaaaaa…”
teriak Lia sambil berlari mendekatiku
“Hah,
siapa sih yang manggil ?” kataku sambil menoleh ke belakang
“Tunggu
sebentar Wid, aku mau ngomong nih, penting.” Katanya sambil berlari mendekatiku
.
Rupanya
ada yang mau dibicarakan padaku, kelihatannya tidak penting menurutku. Tapi Lia
sudah terlanjur mendekatiku. Ya sudah aku coba mencari tempat duduk untuk
ngobrol dengan Lia. Kemudian aku duduk di dekat Fakultas Ekonomi dibawah pohon
yang menjulang tinggi. Aku mencoba membuka obrolan dengan Lia.
“Yasudah
kita duduk dulu disitu biar enak ngobrolnya.” Aku berjalan sambil menunjuk
tempat duduk di bawah pohon.
“Jangan
jauh-jauh, capek nih,” kata Lia dengan sedikit kecapekan karena berlari.
“Nih
minum dulu, capek kan ?” kuserahkan minuman yang kurogoh dalam tas.
“Hehe
baik banget, tau saja kalau aku haus, makasih deh.” Ucap Lia sambil meneguk
minuman ke dalam tenggorokan
“Mau
ngomong apa ? sudah hilang kan capeknya ?” tanya Widya sedikit jutek
Dengan
sedikit bingung harus mulai dari mana ngomongnya, Lia pun mengatakan pada Widya
yang sesungguhnya. Dia mengatakan bahwa sebentar lagi tawaran untuk Seni
Budaya, mengisi tari dalam acara pelantikan ormawa universitas. Widya pun
santai saja mendengar omongan Lia yang diaggap angin lalu. Namun setelahnya
Widya kaget setelah menerima penjelasan panjang lebar dari Lia. Ada sedikit
rasa cemas, jengkel dan kecewa untuk hal yang seperti ini.
“Yasudah
terima saja, kok kamu binggung gitu sih ?” kata Widya sambil meneguk minuman .
“Gimana
gak bingung Wid, masalahnya sekarang siapa yang mau ngisi itu ? Aku sudah
menghubungi anggota tari yang lain gak ada yang mau. Sebenarnya tawaran itu
sudah lama, sebelum kamu pergi KKL sudah dijawab sama ketua SB, Joe, kalo kita
sanggup ngisi tarian itu” Jawab Lia sambil meneterskan air mata
“Apa?
Gak ada yang mau, memangnya sudah kamu tanyai belum orang-orangnya? Siapa tau
aja ada yang tertarik.” Jawab Widya sedikit menggebu
“Kalau
itu gak usah kamu suruh sudah kutanyai Wid, maka dari itu aku minta tolong
padamu. Kamu kan juga bisa nari, kamu ikut ya bantu aku. Terus sama temenmu itu,
Diah kamu ajak juga, siapa tahu dia juga mau..” kata Lia dengan nada memelas
“Hah,
aku ? Yang benar saja. Tapi ? Gak bisa Lia, Mana mungkin juga nyari koregrafi
yang pas dalam waktu 4 hari, coba kamu suruh yang lain saja. Gerakanku kan gak
segemulai anggota devisi tari. Kamu kan bisa minta bantuan Anggun, Retri atau
Septi, kan bisa.” kata Widya menolak.
“Apa
bantuan Anggun dan Retri ? Maaf Wid, aku sudah terlanjur kecewa sama mereka.
Berulang kali aku coba memohon bantuan mereka untuk mengisi pelantikan besok,
mereka selalu menolak. Sampai setiap hari ku sms mereka, ku suruh mereka datang
ke serambi untuk membahas mengenai hal ini. Tapi apa ? Mereka datang? Tidak
Wid. Bahkan sms ku dianggap sampah baginya. Mereka hanya membalas maaf gak
bisa. Setelah kutanyai apa alasannya mereka tidak bisa, mereka hanya berkata
TIDAK BISA. Terus aku juga gak mungkin kalau mengajak Septi, kakinya cidera habis
kecelakaan. Kamu ingat hari Selasa lalu aku sms kamu untuk datang ke serambi,
itu cuma ngumpulin orangnya saja yang datang cuma Kartika Wid, padahal aku tahu
kalau waktu itu kamu sedang KKL. Maka dari itu Wid aku bingung, hanya kamu yang
bisa kuharapkan sekarang.” Penjelasan panjang lebar Lia
“Tapi,
kenapa kamu baru ngomongnya sekarang Lia, kamu tau kan bikin koreografi Tari
Dewi Padi itu susah. Butuh waktu yang lama untuk memantapkan gerakan,
iringannya, bahkan pola lantainya. Apalagi aku sama sekali belum pernah
memainkannya?” Tambah Widya sedikit ragu.
“Tenang
saja, kita bisa kok. Kalau kita semangat, berusaha terus dan semua itu
diserahkan pada Tuhan, aku yakin kita pasti bisa. Kamu ingat kan nasehat Kak
Ari untuk selalu berkarya walaupun waktunya singkat. Apalagi kita sudah terima
rundown kegiatannya dan gak mungkin juga kita menolak, gak enak sama BEM Wid.
Jadi, aku mohon sama kamu, ini demi organisasi kita.” Ungkapan Lia meyakinkan.
“Baiklah,
kalau itu maumu, terus kapan kita mulai latihannya ?” tanyaku pada Lia
“Yang
benar Wid, serius. Oke. besok aku kabari lagi deh. Kamu jangan lupa ajak Diah
ya..” jawab Lia bahagia setelah mendengar jawaban Widya.
Aku
pun terharu setelah mendengar penjelasan panjang lebar Lia. Sungguh tega juga
mereka membuat keputusan yang tak masuk akal seperti itu. Semangat Lia
mengajaku untuk tampil sungguh hebat. Dia meyakinkan bahwa semua yang kita
lakukan bakalan gak sia-sia. Kadang aku berpikir apasih yang membuat mereka
lupa akan janjinya dulu waktu diksar tahun lalu. Mereka dulu berjanji akan
bertanggung jawab dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi SB, tetapi
nyatanya sekarang? Mereka malah mengingkarinya sendiri, bahkan perlahan menjauh
dari SB. Itulah hukum alam, setelah mengikuti diksar ramai dulu setelah itu
perlahan meninggalkan SB satu persatu. Namun bagiku setelah masuk organisasi
aku harus menyelesaikannya. Ibaratnya sudah memutuskan untuk menceburkan diri ke
sungai maka pilihannya adalah terus berenang untuk sampai ke tepian dan meraih
semuanya. Menyerah bukan pilihan untuk hidup. Karena menyerah cuma akan membuat
tenggelam di tengah sungai dan mati tanpa diketahui orang.
Keesokan
harinya aku coba ke kampus untuk memulai latihan menciptakan gerakan yang pas.
Tari yang dipersembahkan cukup sulit. Aku belum pernah membawakannya, apalagi
tari jawa. Tubuhku rasanya kaku ketika melakukan gerakan yang belum pernah
kucoba. Namun hatiku meyakinkan bahwa aku bisa melakukannya. Memang berat,
apalagi waktu latihan hanya terpatok 3 hari. Tapi mau bagaimana lagi kalau gak
dicoba. Sambil menunggu kedatangan Lia dan Kartika yang terjebak hujan di jalan
waktu berangkat, aku mencoba meminjam ruangan untuk tempat latihan. Sambil
membawa sound system ukuran kecil yang dibawa Nugroho bersama Diah menuju
auditorium universitas, aku mencoba menemui satpam untuk meminta izin
menggunakan ruangan untuk berlatih gerakan. Cukup sulit untuk meminta bantuan
pak satpam karena waktu itu beliau sedang berkeliling kampus berpatroli. Hah,
sungguh melelahkan. Setelah itu aku meminta kunci ruangan untuk dibukakan.
Beberapa menit kemudian akhirnya Lia dan Kartika datang dan langsung
menyesuaikan untuk latihan.
“Wid,
kayaknya badan gue kaku deh kalau nari seperti ini. Sulit banget.” Kata Diah
sambil melihat video tutorial tari.
“Dicoba
saja dulu, kan belum nyoba. Mana bisa kamu bilang kaku kalau belum mencoba.
Hehe..” canda Kartika meyakinkan
“Iya,
kamu pasti bisa kok. Yakin saja.” Tambah Lia meyakinkan.
“Aku
kan belum pernah nari seperti ini?” celoteh Diah
“Siapa
bilang belum pernah nari? Dulu kan kamu pernah mengisi tari budaya Dayak,
buktinya kamu bisa. Sudahlah gakpapa.” Aku menanggapi.
Selama
beberapa hari pulangku larut sore bahkan hampir malam karena harus latihan
sampai gerakannya sesuai. Mulai dari hari pertama latihan, masih belum bisa
menemukan yang pas dan sesuai dengan tema. Dengan sedikit kebingungan, Lia pun
meyakinkan teman-temannya untuk tetap berlatih. Selain menampilkan tari SB juga
menampilkan kreasi gamelan modern secara group. Latihannya hampir bersamaan
setiap harinya. Dengan semangat yang diberikan oleh ketua SB, aku semakin yakin
untuk tampil.
Perkembangannya
perlahan mulai membaik, semua bisa menempatkan posisinya. Aku mencoba
memantapkan gerakanku supaya pas dengan musik tanpa harus menyaksikan video
tutorialnya. Hingga waktu gladi bersih, akhirnya gerakan yang ku bawakan bersama Lia, Kartika,
dan Diah sudah terlihat menonjol. Namun ada sedikit yang menggajal pada gerakan
salah seorang temanku. Keluwesan gerakannya masih terlihat kaku, dan kurang
percaya diri, ungkapan dari kakak tingkat SB.
“Coba
deh kita ulangi sekali lagi, masa masih gak pas. Tadi sudah pas lho. Kamu tuh
Yah coba dipasin dong!” Kata Lia dengan nada kasar menunjuk Diah.
“Iya
Lia, maaf kalo kalau aku salah. Aku kurang pede.”
Jawab Diah bersalah.
“Hey!
Ada apa ini ? kok malah berantem malah gak latihan.” Kata kak Ahmad, senior SB.
“Enggak
kak, nggak papa, mungkin sedikit kecapakan saja, hehe. Ya sudah kita latihan
lagi..” Kataku pada kak Ahmad.
“Bagaimana
kak penampilan gladi bersih kita tadi, minta masukannya donk.” Kata Lia
berbicara dengan Kak Ahmad.
“Sudah
baik, namun ada yang kurang. Oiya kamu Diah gerakanmu kurang luwes, senyummu
ditampakan ya, jangan malu-malu. Kamu sebenarnya kurang plong waktu nari tadi.
Sebenarnya kamu ada masalah apa, dari tadi kok kurang bersemangat gitu. Cara
menarimu kelihatan kok kamu seperti punya masalah.” Kata Kak Ahmad menanyai.
“Iya
los aja, hilangkan dulu beban di pikiranmu. Dan kau harus yakin, kamunharus bisa
mengalahkan rasa kurang pedemu itu.
Oke. Semangat ya..” Joe, ketua SB menambahi.
Setelah
mendengarkan penilaian dari senior SB dan ketua SB, akhirnya kitapun sepakat
untuk mengulang tarinya beberapa kali. Hari pun sudah larut malam, pasti ada
capek juga. Kuamati beberapa kali pada Diah dan pikirannya seperti dihantam
beribu masalah. Padahal sudah diberi semangat dari Joe dan Kak Ahmad sepertinya
tidak mempan. Gerak-geriknya seperti ingin meninggalkan tempat gladi bersih dan
ingin mengatakan sesuatu namun hatinya tidak sampai.
Saat
gladi bersih, ini juga bersamaan dengan penataan set panggung dan ruangan yang
dilakukan oleh pihak BEM dan juga Seni Budaya. Saat kita melakukan latihan tadi
sepertinya kulihat dari sebagian anggota BEM yang mengomentari gerakan yang
kita bawakan. Ada yang menilai itu sudah pas, ada juga yang menilai kurang
maksimal. Namun tetap ku berikan semangat pada kawanku untuk tetap beroptimis
dan yakin bahwa setidaknya kami sudah berusaha menampilkan yang terbaik.
Waktupun menunjukkan sudah malam, Kartika tergesa-gesa berpamitan karena dia
ada janji untuk menjemput adiknya dari asrama. Saat itu wajah Diah seperti
sudah tak bersemangat lagi. Acaranya dimulai pukul 09.00, dan penampilan
tarinya pukul 11.00. Lia mengajakku ke salon untuk memesan kostum dan juga make
up. Sebelum itu, Diah berkata padaku bahwa hatinya digundahi rasa ketakutan
karena besok harus membolos kuliah demi tampil di acara tersebut dan kurang
percaya diri. Aku pun berusaha meyakinkan bahwa kuliah besok masih belum optimal
dan menyemangatinya. Akhirnya setelah kukatakan pada Diah, aku menyuruhnya
untuk pulang dan beristirahat supaya besok dapat tampil dengan total.
Hujan
pun turun bersamaan dengan keringat dan juga air mata. Perjuanganku selama ini
sedikit kutakutkan. Ketakutan kalau penampilan besok kurang menakjubkan seperti
yang ku harapkan dan diharapkan oleh anggota lain SB. Dalam rintik hujan, aku
dan Lia mendatangi salon untuk mencoba kostum yang pas sesuai konsep yaitu Tari
persembahan Dewi Padi. Sambil menunggu pemilik salon mencari kostum yang pas,
kulihat-lihat ruangan salon. Ruangannya besar dan isinya perlatan kostum yang
berbudaya, mulai dari yang zaman dahulu hingga saat ini yang modern. Akhirnya
pemilik salon menunjukan kostum yang pas untuk kita kenakan besok. Dan aku dan
Lia juga menyetujui. Kostumnya cukup simpel dan nggak terlalu ribet namun juga
terlihat elegant. Kita sepakat dan membayar biaya make up dan penyewaan kostum
dan mulai make up pukul 06.00. Lia mencoba bernegosiasi dengan pemilik salon
untuk mendapatkan biaya yang pas dengan kantong mahasiswa. Cara bicara Lia
sangat lucu sehingga membuat pemilik salon terpingkal-pingkal mendengar
perkataan yang diucapkan Lia dan itu pun subuah keberuntungan bisa membuat
pemilik salon setuju dengan pemotongan harga sewa karena terhibur dengan
candaan Lia dengan logat Dayaknya.
Akhirnya
biaya salon sesuai dengan yang Lia harapkan dengan sedikit murah namun juga
berkualitas. Setelah itu, sambil menunggu nota yang sedang dibuatkan oleh
pemilik salin kuamati Lia sedang kaget setelah membaca sms hapenya. Kutanyai
padanya, dari siapa sms itu dan apa maksudnya. Lia menyodorkan hapenya pada ku
dan kubaca dengan seksama. Setelah kubaca aku pun juga terkaget dengan kabar
tersebut. Diah ingin mengundurkan diri dari tarian itu. Bagaimana mungkin juga
kita menampilkan tarian dengan 3 orang dan itu pun juga harus mengubah konsep
yang sudah ditentukan. Aku pun jengkel dan juga ingin marah namun sepertinya
sia-sia. Kucoba untuk menahan amarahku dan membalas sms tersebut dengan
menyakinkan lagi Diah supaya ikut dalam tarian tersebut. Aku dan Lia setelah
itu memutuskan untuk kembali ke kampus dan bercerita pada Joe, ketua SB.
Kukendarai
kendaraan dengan kecepatan tinggi bersama Lia menuju kampus dan meminta solusi
pada Joe, ketua SB. Setelah sampai di kampus, kucertitakan semua yang terjadi. Joe
mengatakan untuk tetap membujuk Diah supaya ikut dalam tarian besok. Dan Joe
pun juga menyuruhku dan Lia menjemput Diah besok sebelum menuju ke salon. Aku
pun mengikuti saran dari Joe dan mencoba untuk kerumahnya esok. Setelah itu aku
pun pulang dan sepanjang perjalanan yang dibasahi tangisan langit, aku pun
sambil berdoa melantunkan permohonan pada Tuhan semoga Diah dibukakan pintu
hatinya dan tetap ikut menari.
Keesokan
harinya aku dan Lia pergi ke rumah Diah untuk menghampiri supaya mau mengikuti
tarian Dewi Padi. Kususri jalan persawahan yang menguning dengan tarian padi
yang menancap di tanah. Lima belas menit kemudian akhirnya sampai di depan
rumahnya. Perjalanannya cukup singkat karena jalanan masih belum ramai. Kuketok
pintu rumahnya dan yang keluar sepertinya wanita paruh baya dengan tongkat
penyangga.
“Permisi,
assalammualaikum Diah ?” kataku sambil mengetok pintu.
“Walaikumsalam,
iya sebentar.” Jawab suara dari dari dalam rumah.
“Walaikumsalam.
Ada apa ya, tumben pagi-pagi kok sudah ke sini. Ini temanya Diah bukan ? Mari
duduk sini dulu.” kata nenek membuka pintu dan mempersilahkan duduk.
“Iya
nek, Diahnya ada dirumah nek.” Kata Lia bingung.
“Diah
sudah berangkat itu, baru saja dia berangkat. Katanya mau ke salon gitu, ada
acara di kampusnya, mau menari jadinya berangkat pagi, setelah saya tanyai.”
Kata nenek menjelaskan.
“O
begitu nek, jadi Diahnya langsung ke salon ini nek ?” Salon mana nek kalau
boleh tahu ?” tanya kataku.
“Kalau
tidak salah, salon dekat rumah makan, kalu gak salah daerah Bareng Lor.
Pokoknya pinggir jalan raya arah ke Klaten kota.
“Wah
kayaknya itu salon yang kita datangi kemarin Wid.” Yaudah kita langsung cabut
ke sana saja. Kartika juga sudah kesana kok.” Kata Lia berbicara kearahku.
“Kalau
begitu kita pamit dulu ya nek.” Kataku sambil berpamitan mennjabat tangan
neneknya Diah.
Perasaanku
masih bingung. Ku putuskan untuk langsung ke salon dan memastikan bahwa Diah
sudah sampai sana. Kurang lebih sepuluh menit, aku melaju bersama Lia
dengan kecepatan tinggi supaya sampai
salon. Akhirnya setelah sampai salon, ku tak melihat sosok Diah, motornya pun
juga tidak ada. Kemana dia? Apa perkataan neneknya tadi berbohong. Dalam hatiku
berkata tidak mungkin, masa orang sudah tua harusnya memperbaiki dosanya kok
malah berbohong. Disana pun aku baru menjumpai Kartika yang baru saja sampai.
Kulihat Lia kurang bersemangat dengan keadaan ini, dan sepertinya emosinya kian
meningkatk. Aku pun pasrah dan tak tahu harus bagaimana lagi. Aku seperti
diambang keputusan yang melayang jauh. Nantinya harus mengubah konsep
koreografi lagi karena orangnya berkurang satu. Ku serakan semua pada Tuhan
supaya nantinya penampilannya baik walaupun acak-acakan. dan nantinya aku dan
kawan-kawan siap menerima komentar-komentar yang menjatuhkan atau
membangkitkan.
Selanjutnya
aku bersama Lia dan Kartika memulai untuk mempoles wajah dan berganti kostum.
Kulihat wajahku dan wajah teman-temanku didandani bak seperti bidadari kampus
dari cermin. Sambil memperhatikan sekeliling salon, aku mendengar seperti ada
orang yang berganti kostum dari balik sudut tembok. Dalam kepalaku
bertanya-tanya. Aku pun kembali memandang cermin kulihat seperti Diah. Dan aku
pun menoleh untuk memastikan bahwa itu benar. Lia pun berteriak girang setelah
melihat Diah. Akhirnya aku pun turun dan mendekatinya. Kulihat Diah sudah dimake up dan berkostum penari. Aku dan
kedua temanku langsung mendekati Diah. Perasaanku senang dan menjadi
bersemangat akhirnya Diah mau tampil.
“Apa
yang membuat kamu berubah ment?”
kataku terharu
“Aku
sadar waktu subuh tadi. Pengorbanan kalian meyakinkanku membuatku untuk terus
bergerak maju. Dan gak mungkin juga aku menghianati organisasi yang telah ku
ikuti. Aku ingin menunjukkan kesetiaanku pada SB. Aku juga ingin berkarya
walaupun masih dalam taraf belajar. Masa sudah berlatih beberapa hari kalau gak
dipertontonkan gak sempurna juga. Dan aku juga minta maaf sms kalian kemarin
tidak ku balas. Kemarin itu aku benar-benar gak semangat setelah mendengar komentar
orang. Makanya sekarang semangatku bangkit lagi, dan aku sudah siap untuk
tampil.” Katanya dengan tersenyum
“Hebat!
Ternyata kamu juga masih setia pada SB. Tadinya aku sudah pasrah dengan
penampilannya nanti jadinya apa kalau tidak ada kamu.” Tambah Lia sambil
memeluk Diah.
“Eh
eh.. sudah, sudah. Nanti aja nangis-nangisnya. Entar luntur lho make upnya. Tanggung nih, satu jam lagi
kita go kampus. Nanti kita latihan
sekali lagi untuk memantapkan. Hehe…” kata Kartika melanjutkan berganti kostum.
Akhirnya
keempat penari sudah siap untuk tampil di kampus. Terlihat berbeda dari
biasanya. Ternyata make up membuat mereka terihat cantik seperti bidadari
sampai-sampai kawanku yang dilantik tidak ada yang mengenaliku. Aku, Lia,
Kartika dan Diah menampilkan tari yang begitu sakral. Ku keluarkan senyumanku
supaya gerakanku mampu dimengerti oleh penonton. Tubuhku bergerak gemulai
dengan iringan gamelan yang melambangkan kesuburan. Dengan tangan yang
menggenggam tangkai padi yang menguning dan juga lilin yang menerangi
kegelapan. Serta butiran bunga yang mewangi membangkitkan tepuk tangan manusia
yang menyaksikannya terpana. Akhirnya aku dan ketiga kawanku berhasil membuat
penonton menepukkan tangannya. Dengan usaha, keyakinan, dan doa mampu
menghasilkan penampilan yang baik.
***SELESAI***
Unwidha, 24 Februari 2016
Penulis